Oleh Bambang Indiryanto
Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Kemdikbud
Ketika kebijakan pendidikan dikaitkan dengan
generasi masa depan, kebijakan tersebut mempunyai suatu landasasan
konseptual. Berdasarkan pada Human Capital Theory intervensi kebijakan
pendidikan merupakan bentuk investasi pada diri manusia. Setiap
intervensi pada diri manusia melalui pendidikan akan memberikan nilai
balik tidak hanya pada inividu yang mendapatkan pendidikan, tetapi juga
pada lingkungan sosial dari individu tersebut. Nilai balik balik yang
dirasakan oleh individu yang mendapatkan pendidikan disebut dengan
private benefit, sedangkan nilai balik yang berdampak positif bagi
lingkungan sosial disebut dengan social benefit.
Private benefit berupa peningkatan taraf kehidupan
inividu yang bersangkutalamatan. Nilai balik tersebut biasanya diukur
dengan tingkat kesejahteraan ekonomi karena penghasilannya meningkat
seiring dengan peningkatan pendidikannya. Demikian juga dalam konteks
social benefits peningkatan jenjang pendidikan warga negara suatu negara
akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga negara tersebut, karena
peningkatan pendidikan warga suatu negara akan mendorong pertumbuhan
ekonomi negara tersebut. Contoh yang sering digunakan untuk memberikan
ilustrasi kesuksesan investasi di bidang pendidikan adalah negara Jepang
dan Korea Selatan. Pertumbuhan ekonomi pada kedua negara ini bukan
karena kekayaan sumber daya alam tetapi karena kualitas sumber daya
manusianya. Oleh karena itu, pada dekade 80an kedua negara ini disebut
dengan Macan Asia. Kecenderungan yang terjadi di kedua negara ini
kemudian diikuti oleh negara Cina telah mulai menunjukkan pertubuhan
ekonomi yang pesat sejak awal tahun 90an.
Tentu saja nilai balik tidak hanya diukur dengan
perbaikan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi lain. Pada negara-negara
yang pendidikan warga negaranya relatif tinggi harmonisasi kehidupan
sosial dan demokratisasi dalam kehidupan politiknya juga lebih baik
dibanding dengan negara-negara yang warga negaranya memiliki pendidikan
yang relatif rendah.
Keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud) untuk mecanangkan kebijakan Pendidikan Menengah Universal
(PMU) merupakan bentuk investasi pada diri manusia. Pertanyaan yang
muncul adalah mengapa untuk mempersiapkan generasi masa depan?. Hal ini
didasarkan pada suatu argumentasi yang disepakati oleh pada ahli ekonomi
pendidikan dan ahli pendidikan (educationist), dampak dari investasi
pada diri manusia melalui pendidikan tidak terjadi pada jangka pendek,
tetapi pada jangka panjang tepatnya bersifat generasional. Jika PMU
tersebut dicanangkan pada saat ini, dampaknya adalah ketika para lulusan
pendidikan menengah tersebut telah memasuki dunia kerja dan memberikan
sumbangan dalam peningkatan produktivitas nasional.
Meskipun kebijakan yang diluncurkan oleh Kemdikbud
adalah PMU, tentu saja tidak dimaksudkan bahwa mereka yag telah
terdaftar pada satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah hanya
berhenti ketika lulus. Justru kelulusan pada dari satuan pendidikan
jenjang pendidikan menengah menjadi aspirasi untuk melanjutkan pada
jenjang pendidikan tinggi. Pada saat mereka telah menyelesaikan jenjang
pendidikan, ketika itu mereka telah siap untuk memasuki dunia kerja.
Agar kebijakan PMU sebagai bentuk investasi yang
mengantarkan generasi sekarang menjadi generasi masa depan yang kompeten
dan produktif di masa depan terdapat tiga kriteria yang perlu
dipertimbangkan yaitu nondiskriminatif, afirmatif, dan kualitas. Dua
kriteria pertama berkaitan dengan peningkatan akses. Dengan kriteria
nondkriminatif dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang setara
kepada semua warga negara Indonesia lulusan jenjang pendidikan dasar
untuk melanjutkan ke jenjang pendidian menengah. Kesempatan untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan menengah tidak boleh dibedakan
berdasarkan pada warna kulit, agama, suku bangsa. Ketika ada lulusan
jenjang pendidikan dasar yang berasal dari keluarga yang kurang mampu
secara ekonomis, kesempatan yang sama tetap harus diberikan kepada
mereka. Kesempatan tersebut diwujudkan melalui kebijakan afirmatif
dengan memberikan dukungan finansial kepada mereka. Tanpa bantuan
finansial mereka tidak akan mendapat kesempatan yang sama dengan teman
mereka yang berasal dari keluarga yang lebih mampu secara ekonomi.
Kualitias pelayanan pendidikan merupakan harga
yang tidak bisa ditawar jika ingin menghantarkan generasi sekarang ke
masa depan yang lebih kompeten dan produktif. Mutu tidak hanya dimaknai
dengan hasil tetapi juga proses. Kurikulum 2013 menjadi titik tolak
untuk mengarahkan pelayanan pendidikan menengah yang bermutu. Tentu saja
Kurikulum 2013 akan menjadi titik tolak pelayanan pendidikan menengah
yang bermutu ketika didukung oleh guru yang kompeten dalam mengajar dan
ketersediaan sarana pendidikan yang memadai.
Sumber http://www.kemdikbud.go.id